Skip to main content

Featured

Di halte depan kampus belum sampai di jam sepertiga malam. Saya melihat pemuda; tidak terlalu tinggi, hanya mengenakan celana pendek dan kaos hitam. Ia tidak terlihat seperti orang yang hendak berpergian, namun lebih terlihat tengah meratapi dunia. Meski lebih terlihat bara rokok di tangannya, namun tak mungkin salah, kepalanya penuh dengan kegetiran yang siap dimuntahkan kapan pun. Saya tidak berani bertanya, sebab mungkin pria itu hanya ingin sendiri atau sengaja menyendiri dari padatnya pemikiran dan keadaan yang menjadikanya terlihat sangat kalut. Saya hanya mengamati dan berusaha memaknai, bahwa seorang pria yang dianggap perkasa ternyata bisa menjadi sangat lemah hanya karena suatu masalah. Namun saya semakin dibuat mati penasaran atas apa yang pria ini lakukan. Ia tidak mengajak saya berbicara. Ia hanya menjaring bising kendaraan yang lewat, menghisap batang tembakau berkali-kali. Dan sesekali menyeka wajahnya. Entahlah, entah ada sungai yang mengalir di pipi atau tengah bersy...

Kilas Balik: 366 Hari yang Telah Terlewati | Sebuah Catatan

 

Kilas Balik:

366 Hari yang Telah Terlewati

 

Saya ingin memulai dengan mengatakan bahwa atas sejauh ini kita hidup, seharusnya telah tertanam dalam diri kita bahwa setiap orang memiliki jalan dan waktu selesainya masing-masing. Saya pernah menulis tentang sebuah perjalanan, kemudian kali ini saya ingin mendeskripsikan sedikit tentang jalan dan waktu selesai tersebut.

Sebentar, saya akan berhenti menuliskan ini setelah 3 batang rokok yang tersisa juga habis, jika belum selesai menuliskannya saya akan melanjutkannya setelah tersedia lagi rokok di sebelahku.

Lantas seperti apa dan bagaimana seharusnya kita hidup? Toh pada akhirnya hidup hanya sekumpulan perjalanan yang bermuara pada ketiadaan, kematian. Namun sebelum berada pada ketiadaan itu, kita dituntut diri kita sendiri untuk bertahan. Kemudian dari itu, lahirlah banyak hal baru: cerita tentang keluarga, tentang pertemanan, kisah cinta, sekolah, kuliah, pekerjaan, ibadah dan banyak yang tidak terdefinisikan. Lantas dalam banyak kelahiran itu ada kegagalan, keberhasilan, batasan, rintangan dan segala yang kerap mengikuti.

Saya tidak pernah paham seperti apa sebaiknya kita menjalani itu, namun sepertinya Tuhan begitu sistematis mengatur hidup manusia. Dan saya rasa kita semua sepakat akan hal itu.

Tentang bagaimana Tuhan mengatur hidup kita, saya jadi ingat dua peristiwa yang terjadi secara bersamaan dan benar-benar saya temui.

Dua minggu lalu, Triyono, temanku melangsungkan pernikahan dengan perempuan yang sepertinya ia cintai dan sayangi. Saya tidak mendengar langsung ia mengatakannya, tapi kita pasti selalu setuju bahwa kebanyakan pernikahan adalah atas dasar cinta dan sayang. Meskipun kita tidak pernah tau hal lain yang menjadi latar belakang pernikahan itu berlangsung. Tidak ada yang menjadikannya aneh, pernikahan tersebut berjalan lancar mulai dari akad hingga perjamuan. Semua terasa sudah dipersiapkan begitu matang. Tentu kita bisa mengasumsikan dari apa yang dilangsungkan: Kebahagiaan. Pihak mempelai, keluarga, teman dan semua yang ada juga pasti merasakannya.

Kemudian, tidak jauh dari tempat yang melahirkan kebahagiaan itu, sekitar 3 sampai 4 km dari sana, ada tempat yang malah berkebalikan dari sebelumnya. Di sana melahirkan tangis dan kesedihan. Orang-orang berkumpul dan berdoa, berbelasungkawa dan menundukkan kepala: Obituari. Bukti bahwa cara kerja Tuhan tak mampu diterjemahkan dengan teori manusia mana pun.

Teman saya yang kala itu berbonceng dengan saya mengatakan "jan, ngene kie ya urip dalane dewek-dewek. Sakabehane wis ana sing ngatur; ana sing lagi bungah mesti ana sing lagi susah". Kurang lebih artinya seperti ini: Hmm, seperti ini ya hidup jalannya masing-masing. Semuanya sudah ada yang mengatur; ada yang berbahagia ada juga yang sedang bersedih.

Memang begitu adanya, barangkali di belahan dunia sana apabila kita bisa tahu akan menemui banyak kematian dan kelahiran secara bersamaan. Dan kita tidak memiliki kapasitas untuk menghentikan, menghindar atau meminta malaikat untuk menunda tugasnya. Terasa sulit juga membayangkan kalau malaikat harus menunggu konfirmasi kita untuk melaksanakan tugasnya. Izrail bukan seperti dosen yang saat memberi deadline bisa dimundurkan, juga Mikail yang bukan seperti pedagang di pasar untuk bisa ditawar urusan rezeki.

Dari sini kita bisa menarik benang merahnya bahwa, setiap orang punya jalan dan waktu pencapaiannya masing-masing. Terlepas dari kelahiran dan kematian adalah perihal dan urusan duniawi. Maka, mari kita coba sedikit merefleksikan diri kita yang telah melewati banyak kejadian, peristiwa dan situasi. Tidak perlu terlalu jauh dua atau tiga dekade kebelakang. Kita coba lihat dari 366 hari yang terlewati di tahun ini. Akan ada begitu banyak kejadian jika kita menuliskannya satu persatu dan mungkin kita juga tidak mengingatnya semua.

Tapi, pasti akan ada hari dan waktu yang benar-benar berkesan dan tidak terlupakan entah yang membahagiakan atau menyedihkan.

***************

Beberapa hari lalu, saya mencoba membuat question box di sosial media saya: Instagram, melalui fitur instastory (koreksi jika saya salah menyebutkan nama fitur tersebut), yang jelas adalah tempat dimana kita dapat membagikan cerita yang otomatis hilang setelah 24 jam penayangan. Pada question box tersebut saya hanya menuliskan, “Dari 2020 yang hampir selesai juga seluruh yang terlewati, hal apa yang tak bisa kamu lupa dan masih melekat di kepala baik kesedihan atau kebahagiaan?

Garis besar yang saya temukan dari banyak tanggapan hanyalah tentang kesedihan. Lantas, saya hanya berpikir, bagaimana seseorang mampu tetap bertahan selama ratusan hari atas kesedihan-kesedihan yang mereka alami dan tidak terlupakan, bahkan dengan kesedihan dan kegetiran yang beragam.

Tentang kecewa yang tidak terlupakan.

Seperti rokok yang baru tersedia lagi dan ini adalah hari kedua saya melanjutkan tulisan ini. Saya kadang merasa kecewa, mengapa saya malah enggan untuk berhenti mengonsumsi yang jelas-jelas penyakit. Lupakan.

Perihal kecewa yang acap kali dirasakan seseorang adalah sebab ditinggalkan. Saya dan banyak yang lainnya sepertinya sepakat bahwa ditinggalkan seseorang yang kita sayangi akan menumbuhkan kecewa dan bagi sebagian orang akan begitu sulit untuk dilupakan.

Sudah saling kenal, berkomitmen, bahkan bertahun-tahun menjalani pada akhirnya, entah di tengah, akhir atau bahkan awal dalam perjalanan akan menemui perpisahan. Kemudian kembali menemukan seseorang yan baru, memulai kembali, mencoba menumbuhkan rasa yang  baru dan berusaha bertahan menjalaninnya.

Bro, Sist! Kadang kita lupa, bukankah sebenarnya memang seperti itu siklus suatu hubungan? Menemukan atau ditemukan, menjalani dan bertahan, berakhir dan berpisah, lantas kembali pada kalimat yang saya tulis di awal.

Kemudian ada yang membuat tiba-tiba mengernyitkan dahi. Bukan sebab bingung namun kagum. Saya membaca tanggapan lain seorang Ibu yang baru saja kehilangan anak dan suaminya. Kehilangan yang dimaksudkan sebab ditinggalkan selamanya entah karena apa, yang tidak saya mengerti. Namun yang jelas saya ikut merasakan kesedihannya, kemudian kagum sebab ia masih mampu bertahan untuk melanjutkan perjalanan hidupnya. Saya tidak bisa membayangkan jika kelak saat saya menjadi seorang suami akan ditinggalkan istri dan anak yang saya sayangi. Sepertinya satu yang akan saya tuju saat mengalami fase itu, Psikolog atau Psikiater.

Pekerjaan juga pencapaian

Jika benar sifat manusia adalah begitu perhitungan, maka mari coba kita sedikit hitung berapa banyak hari di tahun ini kita bebas beraktivitas tanpa dibatasi, bebas menghirup udara di jalanan tanpa mengenakan masker, bebas memeluk sahabat dan teman yang baru kita temui atau berjabat tangan tanpa was-was, juga bebas makan apa saja tanpa cuci tangan terlebih dulu (sebenarnya, mau bagaimanapun keadaannya seharusnya tetap dalam keadaan bersih). Sepertinya tidak lebih dari 100 hari kita bebas melakukan itu, kemudian selebihnya terbatasi.

Tidak aneh jika kita menyebut warga di mana kita tinggal ini sangat beragam. Bahkan di situasi sulit sekali pun; keberagaman argumentasi, keberagaman kebijakan, keberagaman hal kontroversial, berita bohong, atau justru hal-hal positif yang jelas begitu banyak kita tahu. Kita selalu disuguhkan begitu banyak pertunjukan di dunia nyata.

Bagi sebagian banyak, tentu keadaan ini memaksa keras untuk bisa beradaptasi tentang keadaan yang katanya normal baru, namun pada praktik dan kenyataannya normal seperti biasanya yang dipaksakan. Memaksa pekerja hidup dengan pekerjaan lain sebab pekerjaan yang biasa mereka kerjakan hilang, memaksa mahasiswa menunda kelulusan sebab penelitian tidak bisa dilanjutkan, memaksa penyelenggara acara menunda dan membatalkan agenda yang sudah direncanakan. Namun ada sedikit yang aneh: tidak bisa memaksa pilkada ditunda apa pun alasannya. Bukan bermaksud menyudutkan atau pernyataan yang saya bandingkan tidak apple to apple? Maaf jika seperti itu. Bagaimana menurutmu?

Pun dengan pencapaian yang tidak sesuai dengan rencana. Ada yang sudah menargetkan ini-itu, namun tak satu pun terlaksana, ada yang sudah memulai dan mempersiapkan segalanya namun berhenti di tengah perjalanan.

Pada akhirnya, saya hanya dapat mampu memahami bahwa kapasitas tiap orang tidak sama. Sebab saya menemukan beberapa hal yang bagi saya normal, namun bagi orang lain terasa tidak ringan. Perihal tugas kuliah, yang sebenarnya sudah menjadi hal lumrah bagi mahasiswa atau pelajar, namun tetap saja ada yang mengeluhkannya.

Hingga sebenarnya ada sesuatu yang pasti dan bisa kita pelajari dari 366 hari yang sudah kita jalani: manusia maha terbatas, maka lakukan apa yang hendak kita lakukan sebaik mungkin. Rencana tidak akan selalu terlaksana, maka buat banyak rencana agar ada satu di ataranya bisa terlaksana. Kita bisa belajar dari apa pun, di mana pun dan kapan pun, maka gunakan waktu belajar itu sebaik mungkin: tentang kesakitan dan kekecewaan yang sebenarnya untuk menguatkan.

Sebenarnya, kita hanya perlu merenungi kemudian memaknai, bahwa masih ada hal baik yang layak kita syukuri. Karena segala yang kita rasa tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Akan menjadi baik atau tidaknya tergantung bagaimana kita memaknainya. Kalau dipikir-pikir lagi tidak begitu buruk kok, ada hal-hal kecil yang mungkin tanpa kita sadari itu terjadi.

Selamat. Selamat tahun baru!

Selamat untuk mulai kembali menyusun rencana, mulai kembali melanjutkan atas yang sudah disusun sebelumnya. Tidak perlu takut untuk kembali membuat resolusi, entah pada akhirnya akan seperti apa dan bagaimana; kita hanya perlu mencobanya.

Dan sepertinya ini tulisan terpanjang yang pernah saya buat hanya untuk satu judul setelah khazanah perkuliahan -skripsi yang saya susun di akhir tahun lalu. Semoga tulisan ini dapat terbaca juga termaknai lebih dari tulisan.

Foto tangkapan pribadi, Purwokerto

Terakhir, saya hendak mengutip salah satu tanggapan yang saya dapat dari question box waktu itu dari @liskafitriana. Pernyataan yang kadang masih sering kita lupa, yang kadang sampai sekarang kerap membuat kita mengutuk keadaan, yang kerap membuat kita tidak sadar bahwa setiap orang memiliki jalan dan waktu selesainya masing-masing. Padahal sebenarnya:

“Tuhan selalu tau mana yang terbaik untuk kita, hambaNya”.

Comments

  1. Top 10 casino apps for Android and iOS - JDH Hub
    For the mobile casino 삼척 출장안마 app, download the Android App on your 영주 출장마사지 Android 충청남도 출장샵 device and 영주 출장마사지 go to Settings > Mobile 대구광역 출장안마 Casino and then start playing.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts