Skip to main content

Featured

Di halte depan kampus belum sampai di jam sepertiga malam. Saya melihat pemuda; tidak terlalu tinggi, hanya mengenakan celana pendek dan kaos hitam. Ia tidak terlihat seperti orang yang hendak berpergian, namun lebih terlihat tengah meratapi dunia. Meski lebih terlihat bara rokok di tangannya, namun tak mungkin salah, kepalanya penuh dengan kegetiran yang siap dimuntahkan kapan pun. Saya tidak berani bertanya, sebab mungkin pria itu hanya ingin sendiri atau sengaja menyendiri dari padatnya pemikiran dan keadaan yang menjadikanya terlihat sangat kalut. Saya hanya mengamati dan berusaha memaknai, bahwa seorang pria yang dianggap perkasa ternyata bisa menjadi sangat lemah hanya karena suatu masalah. Namun saya semakin dibuat mati penasaran atas apa yang pria ini lakukan. Ia tidak mengajak saya berbicara. Ia hanya menjaring bising kendaraan yang lewat, menghisap batang tembakau berkali-kali. Dan sesekali menyeka wajahnya. Entahlah, entah ada sungai yang mengalir di pipi atau tengah bersy...

Tanpa Judul - Pertama | Sajak Sederhana

Tanpa Judul
- Pertama


Bagaimana harimu? apa yang tengah kau pikirkan ? apa yang sedang kau rasa? mau cerita apa? Tenanglah, sebab telingaku tak pernah tidak bersedia mendengarkanmu. Iya. kapan pun kau mau, apa pun itu. Tugas akhir? harimu yang getir? atau bahkan keduanya.

Aku selalu menunggu kabar darimu; di awal hari, di tengah kesibukan, di pengujung petang, bahkan di sepinya malam. Di setiap hari-hariku adalah selalu tentangmu.

Berjanjilah untuk tidak bersedih. Sebab senyummu jauh lebih mempesona dari air mata. Berjanjilah untuk tidak lagi panik, walaupun kau lucu ketika itu.
Kau kan yang bilang untuk tetap menikmati apa yang kita jalani. Tetap tenang dan tidak tergesa di setiap persoalan yang menerpa.

Menepilah sejenak, barangkali kau lelah dengan apa yang tengah kau pikirkan. Setelahnya bangun dan berjalanlah, lengkapi susunan harapan yang belum utuh. Lantas berlarilah, gapai harapan yang kau susun tadi. Tak perlu ragu, sebab ketika jatuh ada aku di belakangmu. Aku pun akan di sampingmu, ketika kau membutuhkan pundak dan telinga. Aku juga akan di depanmu tatkala kau tak tau harus bagaimana.

Barangkali setelah pesan itu akan mendewasakan pribadi kita masing-masing. Saling menyadarkan bahwa kita tak pernah lepas dari makhluk yang saling membutuhkan, bahwa setiap orang akan memerlukan orang lain. Tak perlu berpikir berlebihan juga tak boleh menaruh rasa sembarangan. Sayangnya, aku tak pandai dalam hal ini. Sebab tak perlu waktu lama bersamamu untuk dapat tidak memikirkanmu. Tak perlu waktu panjang untuk dapat menaruh rasa sayang.

Tak perlu kau pikirkan dalam-dalam. Aku begitu menikmati apa yang sedang kujalani saat ini seperti yang selalu kau katakan tempo hari.
Iya. Bersama malam, gemintang aku menikmatinya dalam sepi, sendiri. Jika rindu aku tinggal melangitkan doa untukmu. Aku juga begitu tenang dan tak tergesa atas setiap rasa sesuai yang kau bilang sebelumnya.

Perihal ini, biar aku saja. Untukmu, aku tak memaksa. Yang ingin aku tau bersamaku atau tidak, kau harus tetap bahagia.

Tertawalah selalu, seperti itu jauh lebih menyenangkan.

Comments

Post a Comment

Popular Posts